SELAMAT DATANG DI WARTA DIGITAL PMI KABUPATEN JEPARA

Alamat: jalan. Jepara - Bangsri Km.3 Kuwasen komplek RSI. "Sultan Hadlirin" Jepara

Orientasi Pembina PMR Mula

Untuk meningkatkan kapasitas pembinaan PMR Mula, PMI Kabupaten Jepara gelar oriantasi pembina

PMI Kabupaten Jepara gelar acara bersih pantai dan pelatihan pertolongan pertama

sebagai wujud kepedulian tehadap lingkungan dan sesama, PMI Kabupaten Jepara gelar acara bersih pantai dan pelatihan pertolongan di pantai teluk awur jepara

PMI Kabupaten Jepara kunjungi panti rehabilitasi kusta

Memperingati HUT PMI yang ke-69 pengurus, staff, dan relawan PMI Kabupaten jepara kunjungi panti rehabilitasi kusta

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Minggu, 23 Maret 2014

TAHUN 2014 SEBAGAI TAHUN KUALITAS PMI


"Tahun 2014 sebagai tahun Kualitas PMI" begitulah yang disampaikan oleh Bapak Ketua PMI Provinsi Jawa Tengah H.Sasongko Tedjo, MM dalam pembukaan Rakor Bidang Relawan yang dislenggarakan pada tanggal 17 - 20 Maret 2014.
Dalam rakor tersebut dihadiri oleh perwakilan dari 35 Kabupaten / Kota yang berasal dari unsur Pengurus, Staf dan Relawan. Dalam rakor membahas mengenai Program kerja pembinaan PMR dan Relawan periode 2014- 2016.
Hasil yang diperoleh adalah program kerja Pembinaan Relawan baik tingkat Korwil, Karisidenan, dan Kabupaten/Kota yang nantinya akan di sinkronkan dengan program kerja yang sudah ada.
Sebelumnya PMI Kabupaten Jepara juga mengirimkan beberapa peserta pelatihan di yang diadakan oleh PMI Provinsi Jawa Tengah sebagai upaya untuk peningkatan kapasitas relawan diantaranya :
1. Pelatihan Manajemen TDB/SATGANA      : Sdr. Deni Yulistianto
2. Pelatihan Assesment                                    : Andi Fahrudin
3. Pelatihan Kehumasan                                  : M. Syukur
4. Pelatihan Logistik                                        : Roosiana Rakhmawati
5. Pelatihan TOT                                              : Sri Ayu Alianti
Pada akhir Maret 2014 PMI Kabupaten Jepara juga akan melaksanakan Pendidikan Dasar KSR yang akan diikuti oleh 19 calon anggota KSR Unit Markas PMI Kabupaten Jepara. Kegiatan ini merupakan salah satu kegiatan program kerja Bidang PMR dan Relawan PMI Kabupaten Jepara.(Ros)

PULANGNYA SEKRETARIS SEKALIGUS KEPALA MARKAS PMI KAB. JEPARA



Pada hari Senin tanggal 10 Maret 2014, PMI Kabupaten Jepara berduka atas kepergian Sekretaris  sekaligus Kepala Markas yang mengabdi di PMI Kabupaten Jepara sejak tahun 1996 sampai 2014 Haryoto, SH. Pak har,panggilan akrabnya menghembuskan nafas terakhir di RSU D Kartini Jepara Jam 06.15. Lahir di Purworejo , 10 Oktober 1952 meninggalkan seorang istri Sunarti dan 1 orang anak. Perawakannya yang tegas dan dispilin membuat karyawan dan pengurus lainnya menjadi panutan. Serta dedi kasihmu yang tulus dalam mendidik KSR maupun TSR akan menjadi tauladan yang baik buat kita….

Selamat jalan Pak Har pengabdianmu pada PMI yang tulus patut kami banggakan semoga Allah memberikan tempat yang mulia disisiNYA.Amin…….

Jumat, 21 Maret 2014

RELAWAN ADALAH RUH DAN JANTUNG PMI

Diposting oleh : Humas PMI Jateng
Kategori: Info PMI Provinsi 


Palang Merah Indonesia (PMI) Provinsi Jawa Tengah menyelenggarakan Rapat Kerja Bidang Relawan PMI yang diikuti oleh pengurus, staf dan koordinator relawan PMI Kabupaten dan Kota Se-Jawa Tengah, pada 17-20 Maret, di Gedung Prof.DR.dr.H. satoto, SPgK Pusdiklat PMI Jawa Tengah, Semarang.
“Relawan hendaknya selalu mendapat pembinaan, karena relawan adalah ruh dan jantungnya organisasi PMI,” ungkap Sasongko Tedjo, Ketua PMI Provinsi Jawa Tengah saat memberikan arahan dalam pembukaan raker, Senin siang (17/3).
Relawan hendaknya “diurusi” dengan baik untuk menyiapkan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat. “PMI Kabupaten-Kota hendaknya memiliki database relawan untuk merancang kegiatan PMI. Kiprah PMI akan sangat terbatas tanpa relawan,” papar Sasongko.
Pelibatan aktif relawan dalam semua aspek kegiatan PMI merupakan salah satu langkah untuk mengembangkan kapasitas. “Akan tidak berdaya bila tidak memiliki relawan dengan ketrampilan dan kapasitas yang memadai,” pesannya.
Raker ini diharapkan akan mampu untuk merumuskan solusi mengenai pembinaan relawan dan adanya rencana pembinaan relawan tahun 2014-2015. “Raker ini diharapkan dapat meningkatkan komitmen pengurus PMI provinsi, kabupaten-kota, dalam peningkatan dan pengembangan kapasitas relawan,” kata Wuri Widiyanti, Kadiv. Relawan PMI Provinsi Jawa Tengah.
Seluruh peserta raker nantinya akan memaparkan hasil evaluasi pembinaan PMR (Palang Merah Remaja) dan Relawan di tingkat kabupaten-kota. Juga program kerja 2014 dibidang PMR dan Relawan. “Raker ini juga menjadi ajang evaluasi dan berbagi pengalaman antar peserta dalam pembinaan relawannya,” imbuh Wuri.
“PMI Provinsi akan merangkum dan menganalisa hasil evaluasi, paparan dan kuisioner manajemen relawan, yang nantinya bisa menjadi rekomendasi bagi pembinaan relawan PMI di Jawa Tengah,” pungkasnya.(Nashr)

Senin, 03 Maret 2014

LAMBANG

LAMBANG - Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
Fungsi Lambang
Lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah memenuhi tiga fungsi utama:

  • harus menandakan bahwa seseorang atau suatu objek sebagai hal yang tidak boleh diserang (tanda perlindungan)
  • untuk memberi keterangan bahwa orang atau objek ini berada di bawah perlindungan atura-aturan kemanusiaan/HPI (tanda perlindungan)
  • menandakan bahwa orang-orang ini atau objek-objek ini ada kaitannya dengan Gerakan Palang Merah/Bulan Sabit Merah (tanda pengenal)
A. TANDA PERLINDUNGAN (PROTECTIVE USE)
Sebagai suatu alat perlindungan lambang adalah "tanda Konvensi" pada masa perang. Sebagaimana hal itu berlaku sebagai simbol, atau "…tanda perlindungan yang dapat terlihat yang disepakati oleh Konvensi terhadap orang-orang atau sesuatu (tenaga medis, unit-unit, kendaraan dan peralatan). Kegunaan perlindungan ini secara esensi dimiliki oleh negara dan dinas kesehatan angkatan darat.
Disamping dinas medis angkatan darat ini, perhimpunan-perhimpunan bantuan yang diakui, terutama Perhimpunan Nasional Palang Merah atau Bulan Sabit Merah, memberikan bantuannya kepada dinas medis angkatan darat, juga diizinkan untuk menggunakan lambang tersebut untuk perlindungan, tetapi hanya selama pertikaian terjadi. Dalam status ini personil yang dimaksud tetap harus membawa kartu identitas yang dikeluarkan oleh pihak berwenang.
Penggunaan tanda perlindungan oleh Perhimpunan Nasional ini terbatas pada personil, bangunan, kendaraan dan peralatan yang disimpan di tempat penyimpanan dinas medis angkatan darat pada waktu perang, dan penampangannya harus sesuai dengan petunjuk yang dikeluarkan otoritas militer. Tanda perlindungan ini tetap harus dikenakan dengan jelas (optimum visibility) pada saat personil tersebut tidak dalam keadaan bertugas.
Seperti yang telah disinggung, badan internasional Palang Merah atau ICRC dan IFRC dan personilnya apakah petugas medis atau bukan, diperkenankan untuk mengenakan lambang itu setiap saat.
Bila digunakan sebagai alat perlindungan, lambang tersebut harus selalu dalam dimensi yang besar dalam kaitannya dengan penandaan gedung atau kendaraan supaya lebih jelas terlihat dari kejauhan. Sebagai contoh tanda perlindungan akan ditampakkan di atap rumah sakit dan dek atau badan sisi luar rumah sakit kapal dan di semua sisi kendaraan-kendaraan yang digunakan untuk mengangkut orang-orang terluka dan tenaga medis. Anggota dinas medis akan menggunakan tanda di lengan dan di dada.
Bila tidak ada pengaturan lebih lanjut dari pihak berwenang, Perhimpunan Nasional dapat memberikan izin kepada para anggotanya memasang lambang sebagai suatu alat pengenal (dengan nama perhimpunannya) bersamaan dengan lambang sebagai alat perlindungan. Bagi objek-objek yang ditempatkan instalasi milik pihak berwenang juga dapat dipasangkan lambang dengan nama perhimpunannya. Dalam hal ini, lambang yang digunakan sebagai alat pengenal dan nama Perhimpunan Nasional termaksud harus dalam dimensi yang kecil.
Penggunaan lambang atau titel "palang merah" atau "Geneva cross", atau setiap tanda atau titel yang merupakan suatu imitasi (peniruan), harus dilarang setiap saat, langkah yang perlu harus diambil untuk mencegah dan menekan segala bentuk penyalah gunaan tanda khusus ini. Penggunaan yang tidak jujur atau merupakan tindakan penipuan dari lambang palang merah atau bulan sabit merah sebagai tanda perlindungan (dan sinyal perlindungan lainnya) adalah suatu pelanggaran berat (grave breach). pelanggaran berat tersebut dapat dikategorikan sebagai kejahatan perang (war crimes).
B. TANDA PENGENAL (INDICATIVE USE)
Sebagai alat pengenal, lambang tersebut menunjukan bahwa pemakai, apakah personil atau objek mempunyai hubungan tertentu dengan Palang Merah atau Bulan Sabit Merah, tetapi tidak perlu di bawah ketentuan perlindungan Konvensi Jenewa.
Lambang palang merah atau bulan sabit merah sebagai suatu tanda pengenal harus dalam dimensi yang lebih kecil dan digunakan sebagai cara untuk menghindari segala bentuk kerancuan membedakan dengan alat perlindungan.
Sebagai contoh, lambang tersebut tidak boleh ditampakkan pada atap atau di lengan. Namun demikian penggunaan lambang dalam ukuran besar tetap berlaku dalam kasus-kasus tertentu, seperti pemakaian lambang tersebut oleh tenaga P3K untuk mudah dikenali. Sebagai contoh, hal ini berlaku ketika sukarelawan P3K melakukan aktivitas bantuan korban bencana alam.

Perhimpunan Nasional diinstruksikan untuk hanya menggunakan lambang-lambang yang sesuai dengan Konvensi Jenewa. Lebih jauh lagi, dalam mengikuti Prinsip-prinsip Dasar Gerakan, "…Perhimpunan Nasional tidak dapat menjalankan aktivitasnya dengan menggunakan lambang kecuali hal itu sesuai dengan prinsip-prinsip yang diatur oleh Konferensi Internasional Palang Merah dan tujuan-tujuan kelembagaan, yaitu bantuan sukarela terhadap orang sakit dan terluka serta kepada korban akibat konflik langsung dan tidak langsung dan bencana alam atau bencana buatan manusia.

Sebagai aturan umum, di masa damai, Perhimpunan Nasional dapat menggunakan lambang sebagai alat pengenal sesuai dengan perundang-undangan nasional. Seperti yang pernah disinggung pada bagian A dari tulisan ini (tentang tanda perlindungan), mereka juga dapat melanjutkan penggunaan lambang sebagai alat pengenal di masa perang atau konflik, tanpa ada kemungkinan kerancuan dengan kegunaannya sebagai alat perlindungan (penggunaannya tanda pengenal bersamaan dengan tanda perlindungan).
Sebagai contoh, seorang petugas medis dari Perhimpunan Nasional di masa damai selalu mengenakan bros, badge atau "name tag" yang merupakan identitas Perhimpunan Nasional Palang Merah/Bulan Sabit Merah di negaranya. Identitas ini tetap dapat dikenakan kemudian di masa konflik meskipun dia kemudian mengenakan rompi atau ban lengan dengan lambang palang merah/bulan sabit merah sebagai tanda perlindungan.
    Berikut adalah pembedaan-pembedaan fungsi pengenal dari emblem yang bisa dibuat:
  • lambang perlengkapan, dapat diterapkan pada bendera, papan alamat, pelat kendaraan, badge staf, yang menunjukan bahwa seseorang atau objek tersebut adalah anggota atau milik dari organisasi Nasional Palang Merah atau Bulan Sabit Merah;
  • lambang dekoratif, yang mungkin tampak pada medali, kancing atau penghargaan lainnya, publisitas atau gambaran dekoratif yang digunakan oleh Perhimpunan Nasional;
  • lambang asosiatif, yang mungkin tampak pada pos-pos P3K, seperti di pinggir jalan, di dalam stadion atau ruang-ruang publik lainnya atau pada ambulans bukan miliki Perhimpunan Nasional tetapi dicadangkan untuk tindakan darurat yang bebas biaya kepada warga sipil yang cedera atau sakit, dengan izin dari Perhimpunan Nasional.
Penggunaan lambang yang tidak benar
Banyak kasus penyalahgunaan dari lambang ditemukan dalam kategori alat pengenal. Karena secara luas dianggap sebagai suatu simbol pertolongan dan perawatan medis, lambang palang merah dan bulan sabit merah sering secara luas digunakan oleh organisasi dan perorangan yang tidak memiliki hubungan sama sekali dengan Gerakan Palang Merah. Sangat banyak contoh dari penyalahgunaan lambang yang dapat ditemukan di seluruh dunia. Penyalahgunaan itu utamanya terjadi pada rumah sakit, dokter swasta, ambulan, apotek, pabrik obat dan perusahaan distribusi, serta pelayanan-pelayanan umum atau swasta yang berkaitan dengan kesehatan dan higienis.
Sebenarnya setiap penggunaan lambang tanpa mendapat pengesahan yang resmi dari Perhimpunan Nasional harus dianggap sebagai suatu penyalahgunaan, apakah itu dibuat untuk tujuan komersial atau bukan. Oleh karena itu tindakan hukum yang efektif harus diambil oleh semua negara untuk mengatur penggunaan lambang dan menekan penyalahgunaan lambang tersebut.

Dengan kata lain, perlindungan lambang itu sendiri adalah suatu keharusan yang mutlak untuk menjamin berlangsungnya penghargaan kepada Gerakan Palang Merah dan aktivitas-aktivitas Palang Merah di seluruh penjuru dunia baik di masa damai atau di masa perang.
Dasar Hukum

    Berdasarkan hukum internasioanl, masalah lambang ini diatur dalam:
  1. Konvensi Jenewa I 1949 Pasal 38 s.d. Pasal 44, Pasal 53 dan Pasal 54
  2. Konvensi Jenewa II 1949 Pasal 41 s.d. Pasal 45
  3. Konvensi Jenewa IV 1949 Pasal 18 s.d. Pasal 22
  4. Protokol Tambahan I 1977 Pasal 18, Pasal 85 dan Annex I Pasal 1 s.d. Pasal 5
  5. Protokol Tambahan II 1977 Pasal 12
  6. Regulation on the Use of the Emblem of the Red Cross or the Red Crescent By the National Societies (disetujui dalam the 20th International Conference, Wina 1965 dan direvisi oleh the Council of Delegates, Budapest 1991)
    Berdasarkan hukum nasional, masalah lambang ini diatur dalam:
  1. Keppres No. 25 tahun 1950 tentang Pengesahan Anggaran Dasar Perhimpunan Palang Merah Indonesia.
  2. Keppres No. 246 tahun 1963 tentang Perhimpunan Palang Merah Indonesia.
  3. Peraturan Penguasa Perang Tertinggi No. 1/Peperti tahun 1962 Tentang Pemakaian/Penggunaan Tanda dan Kata-Kata Palang Merah.
  4. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Perhimpunan Palang Merah Indonesia.
Sumber bacaan :
  1. Red Cross Emblem - A System of Humanitarian Protection, Daniel Glinz & Christophe Swinarski, ICRC Regional Delegation for East Asia, Hongkong, 1993.
  2. Basic Rules of the Geneva Conventions and Their Additional Protocols, International Committee of the Red Cross, 1983.
  3. Regulation on the Use of the Emblem of the Red Cross or the Red Crescent By the National Societies (disetujui dalam the 20th International Conference, Wina 1965 dan direvisi oleh the Council of Delegates, Budapest 1991).